Kecuali kegalauan yang merangkak memeluk pikiran secara perlahan.
Juga pucatnya bulan yang mengintip dari balik jendela berdebu dengan enggan.
Kubayangkan kau yang merajuk manja minta dikecup, dipeluk, dan ditemani mencapai mimpi.
Perempuan, apa yang lebih memabukkan dari senyummu?
Perempuan, apa yang lebih memabukkan dari senyummu?
Suara tawamu seperti sajak yang dibacakan pujangga di atas altar pesta kematian.
Tangismu sadis, mengiris aku yang pincang menyebutnya kasih sayang.
Kemudian jumat menangisiku.
Kemudian jumat menangisiku.
Mungkin inilah perpisahanku dengannya, sebelum ia pamit dan berpesan kepada sabtu yang menanti.
Perempuan, aku tak sempat mengenalmu.
Hanya membacamu sesekali, sebelum akhirnya aku terjatuh dihari sabtu.
Tweet |
0 komentar:
Posting Komentar