Sabtu, 08 September 2012

Tuhan, Ijinkan Aku Menikah

 
Beberapa bulan yang lalu, aku masih terus berfikir aku tak ingin menikah sebelum aku menjadi wanita yang hebat dan banyak uang. Aku ingin menikah dengan pria yang serba kaya, kaya hati, kaya jiwa sosial, kaya harta, kaya iman, kaya cinta, kaya kasih sayang dan segalanya. Haha, sebuah mimpi yg sempurna untuk seorang fresh graduate.

Tapi malam itu angin berbisik padaku, hanya segelintir wanita yang beruntung yang akan mewujudkan mimpi tersebut atas seijinNya. Kututup diary mungilku dan malam itu selangkah demi selangkah mimpiku mulai berubah. Sejak aku mengenal yg namanya rupiah, dan sejak saat itulah aku ingin menikah.

Aku ingin menikah, mungkin adalah sebuah energi yang cukup besar untuk membuatku semakin kuat melangkah. Melangkah dari satu tempat ke tempat lain, menelusuri jalanan yang bahkan sebelumnya tak pernah kulewati, dan sedikitpun aku tak takut tersesat. Karena aku tahu dengan tersesat aku menemukan banyak jalan lain menuju tempat yang ingin kutuju. Aku ingin melakukan apapun yang ingin kulakukan sekarang, aku ingin mengumpulkan banyak rupiah, bukan untukku. Tapi untuk keluargaku di rumah, juga untuk ... Ya intinya aku tak ingin jadi istri yang merepotkan dan bergantung pada suami yang kelak akan menjadi teman sejatiku.

Aku ingin menikah, tak tau siapa yang akan dikirimkanNya untukku. Aku hanya ingin menikah. Dengan pria yang mencintaiku, tak harus bertitel dan berpangkat, punya mobil keren, rumah mewah, motor ninja dsb karena riski bisa dicari bersama kok. Setidaknya aku tak harus merengek pada suamiku untuk sekedar pengen pegang BB. Impianku sekarang adalah aku ingin menikah dengan pria yang benar-benar akan menjadi teman sejatiku, dan mampu menjadi imam di dunia dan akhiratku. Pria yang usianya tak jauh terpaut dariku, karena menurutku dengannya aku ingin melakukan segalanya bersama-sama. Aku ingin bermanja-manja, menangis dan tertawa lepas di pangkuannya, berbagi tentang apa saja, melakukan kegiatan-kegiatan kecil namun bermanfaat bagi orang lain, mengontrak atau membangun rumah sederhana tapi serasa surga untukku dan untuknya. Membicarakan semuanya berdua, mulai dari perabot, kebutuhan sehari-hari, listrik, piknik dan hadiah untuk keluarga kami.

Aku ingin menjaganya sepanjang malam, menjadi makmumnya dalam 5 waktuku, menyiapkan sarapan pagi dan kemejanya sebelum ia berangkat kerja, lalu kami berdua sarapan pagi bersama di meja kecil yg penuh cinta. Selanjutnya kami akan berangkat kerja dengan motor yang tak harus new edition tapi cukup nyaman membawa kami berdua mengelilingi kota. Mencium tangannya ketika sampai di kantorku dan mengucapkan “assalamualaikum, hati2 ya sayang, semoga menjadi hari yg indah” ketika melepasnya menuju tempat di mana ia akan meneteskan peluh untuk kebahgiaan keluarga kami. Berbincang kecil ketika menjelang tidur, dan merencanakan kegiatan hari esok. Hmm indahnya.

Dan yang lebih konyol lagi, aku ingin kami mengurus segala kehebohan di rumah kami sendiri, mulai dari menata ruangan, menentukan warna cat dan mengecat setiap sudut ruang rumah mungil kami, membersihkan lantai, mencuci baju, menyetrika, memasak, dan seterusnya cukup kami saja tanpa ada kehadiran orang lain di rumah mungil kami. Aku mau kekasih seumur hidupku itu mengajarkan hal-hal yang tak ku tahu, begitu juga aku. Setiap hari minggu kami akan pergi piknik kemanapun itu, meski hanya jalan-jalan di taman kota yang begitu-begitu saja, atau mengunjungi sanak saudara kami disana. Tak harus mendaki gunung, ke pantai atau menghabiskan rupiah kami di tempat karaoke, bioskop, mall, cafe seperti yg biasa kulakukan dg teman-teman kuliahku. Mengunjungi tempat-tempat sederhana, bersamanya pasti terasa lebih sempurna. Karena tentu kami berdua adalah calon orang tua yang ingin anak kami terjamin pendidikannya. Kami tentu punya sebuah impian untuk membeli rumah yang lebih besar, mentransfer hadiah-hadiah kecil untuk adik-adik kami di kampung, dan semua itu tak akan terwujud tanpa kesederhanaan hidup di awal pernikahan kami.

Tuhan, saat aku menuliskan ini aku tahu Engkau pun membacaNya. Ini hanya impianku, semoga Kau melukiskan kisah yg jauh lebih sempurna dari itu, karena aku tak pernah tau kelak di kaki siapa surgaku Kau letakkan setelah Kau menyimpannya di telapak kaki ibuku selama 22 tahun ini. Aku hanya menggambarkan imajinasiku, dan aku tau Kau telah lebih dahulu menuliskannya sebelum Kau tiupkan nyawaku. Izinkan aku menikah dengan seseorang yang akan benar-benar menyempurnakan sela-sela jari serta celah-celah hatiku. ^.^))


*---------------------
- Tulisan oleh Amie Tanirul
- Gambar diambil dari SINI

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Affiliate Network Reviews
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...