Pendidikan
memang memiliki peranan yang cukup besar di dalam meningkatkan kemajuan suatu
bangsa. Akan tetapi kita juga harus benar-benar mengawasi serta turut melaksanakan
pendidikan agar terlaksana sebaik mungkin. Pendidikan tentu tidak bermanfaat
secara total ketika pendidikan hanya mencakup salah satu kecerdasan saja.
seseorang yang memiliki pendidikan tinggi pun belum tentu nantinya akan
memajukan bangsa, tapi justru malah sebaliknya. Bahkan sekarang ini terjadi
eksploitasi hasil pendidikan. Selama ini pendidikan di Indonesia hanya
menitikberatkan pada IQ saja, sedangkan aspek EQ yang seharusnya lebih
dimatangkan seringkali diabaikan. Hal ini terbukti indonesia sebagai komoditas
ekspor terbesar SDM daripada negara-negara lain di dunia.Untuk mengatasi hal
tersebut maka hendaknya pendidikan diarahkan pada seluruh aspek kecerdasan,
selain itu pendidikan juga harus diarahkan pada keterampilan-keterampilan
berwirausaha. Dengan berwirausaha para lulusan tidak akan menggantungkan idunya
kepada tersedianya lapangan pekerjaan, tetapi para lulusan akan berusaha
menciptakan lapangan pekerjaan sendiri sekaligus meningkatkan pendapatan secara
nasional. Salah satu contoh yang bisa diimplikasikan dalam pendidikan nasional
adalah melalui jalur pendidikan SMK. Selain dibekali dengan ilmu pengetahuan
dan teknologi lulusan SMK dibekali dengan keterampilan-keterampilan yang
berguna bagi kehidupanya di masa yang akan datang (Haryono, 2008:ii).
Pemerintah
enggan mengubah status “sumbangan” menjadi pajak pendidikan, hal ini karena
dalam Negara kita pajak merupakan suatu kewajiban, sedangkan sumbangan bersifat
suka rela. Sebenarnya inilah paradigma yang ingin dimunculkan pemerintah kita.
Akan tetapi kenyataannya sumbangan pendidikan ini merupakan sesuatu yang wajib,
yang harus dibayarkan orang tua kepada sekolah dengan dalih sebagai biaya
operasional pendidikan. Jika pajak pendidikan diterapkan maka menurut saya yang
seharusnya terkena wajib pajak adalah seluruh warga Negara, karena seluruh
warga Negara berhak turut serta dalam kegiatan pendidikan. Hal ini jelas sulit
diterapkan di Negara kita mengingat kemiskinan masih menjadi masalah yang belum
tersesaikan. Jangankan untuk membayar pajak pendidikan, untuk makan saja masih
banyak rakyat yang tidak bisa memenuhi kebutuhannya.
Biaya
pendidikan sebenarnya dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu Biaya
Pokok, Biaya Ekstra, dan Living Cost.
yang terma-suk biaya pokok itu adalah: 1) Ongkos Registrasi, 2) Uang Pangkal,
3) Be-lanja Seragam, 4) Ongkos Herregistrasi, 5) SPP, 6) Ongkos Praktikum, 7)
Ongkos Ujian Teori (dan Ongkos ujian Praktik), 8) Belanja Buku Pelajaran dan
LKS, 9) Belanja Buku Tulis, 10) Belanja Alat-alat Tulis, 11) Ongkos Fotocopy, 12)
Biaya Aktivitas Intrakurikuler, 13) Ongkos Transportasi, 14) Ongkos Wisuda, 15)
Ongkos ambil ijazah, dan 16) Ongkos legalisir ijazah.
Adapun yang termasuk Biaya Ekstra itu antara
lain: 1) Belanja Buku Pengayaan, 2) Ongkos Sewa Buku, 3) Ongkos Sewa Komputer,
4) Ong-kos Internet, 5) Ongkos Komunikasi, 6) Ongkos Ekstra Transportasi, 7)
Biaya ekstra Aktivitas Ekstra Kurikuler, 8) Ongkos Kursus/Les, 9) Ongkos
Remidi, 10) Iuran Bhakti Sosial, dan 11) Sumbangan ke Komite Sekolah. Sedangkan
yang termasuk Living Cost adalah: 1)
Ongkos Pondokan, 2) Biaya Makan/Minum/Jajan, 3) Biaya Rekreasi/Hiburan, 4)
Ongkos Kese-hatan, 5) Belanja Kosmetik, 6) Belanja Sandang, 7) Dan lain-lain.
(Gihartik, 2004 dalam Sunarni, 2007 dalam Setyadin).
Oleh karena itu maka anggaran pendidikan 20%
dari APBN harus dialokasikan minimal setengahnya untuk biaya pokok sedangkan
setengahnya lagi dialokasikan untuk biaya yang lain. Karena kebutuhan
pokokpendidikan inilah yangprioritas musti dipenuhi.
Berdasarkan kajian mengenai biaya pendidikan yang
dilakukan oleh Satryo Soemantri
Brodjonegoro (2011), untuk pendidikan tinggi satuan biaya
penyelenggaraan pendidikan minimal Rp 18 juta per mahasiswa per tahun.
Jadi idealnya mahasiswa menurut unit costnya dapat mengenyam pendidikan yang
layak dengan biaya minimal 18 juta per tahun.
Daftar Rujukan
Haryono. 2008. SMK, Jawaban
Permasalahan Pendidikan?. (Online, http://repository.upi.edu/operator/upload/s_e0851_0607535_chapter1.pdf)
diakses pada 23 mei 2011.
BaSetyadin. Pendidikan
Gratis dan Problematikanya. Malang: Artikel tidak diterbitkan.
Tweet |
0 komentar:
Posting Komentar