Kamis, 02 Agustus 2012

Tak Terdengar





Mungkin inilah satu dari sekian kesalahan yang pernah kita harapkan. Seperti sekarang ini.

“Apa kamu sudah tidak mencintaiku lagi?” tanyamu bimbang.

Ini bukan pertama kali kau datang menghampiri keraguanmu pada sikapku. Tidak sering, tapi paling tidak aku sudah merasa tak perlu lagi memutar otak untuk mengingatnya kembali.

“Kenapa emang?” Aku balik bertanya.
Kamu diam, aku diam, seperti biasa.
Lalu dengan ragu kau menjawab, “Kamu tak sehangat dulu lagi. Kau tak lagi memanjakanku. Tak pernah telpon, juga sms. Kau dingin.”

Aku tertawa, kau cemberut. “Karena kita sibuk dengan urusan masing-masing”.
“Bukannya aku selalu memberimu kabar atas setiap kesibukanku?” Katamu.
“Dan aku tidak ingin mengganggumu.” Jawabku.
“Bahkan sekarang kamu nggak pernah lagi bilang ‘Aku Cinta Kamu’. Dulu aku selalu mendengarnya setiap hari, menjelang aku tidur. Tapi sekarang aku nggak pernah mendengarnya lagi.”

Aku buka mulutku dan ku naikkan kedua sudutnya, semakin keras. Kau memasang muka melas, sedikit ganas. “Ah sudahlah, lupain aja. Aku aja yang lebay.” Katamu lagi.
“Aku senang kamu selalu lebay dalam mencintaiku.” Sahutku.
“Oya?” Jawabmu singkat.

Aku hanya bisa tersenyum melihat sisi lainmu yang indah. “Kalau begitu maafkan aku.”
“Kamu nggak salah”. Jawabmu masih cemberut.
“Beneran aku minta maaf.”
Sambil terus menunduk kau bilang, “Sudahlah, kamu nggak salah. Aku aja yang terlalu lebay.”

“Maafkan aku kalau kamu nggak bisa mendengarnya.” Kataku.
“Maksudmu?” Tiba-tiba kau menatapku.
“Selama ini sebenarnya aku selalu bilang kalau aku cinta kamu. Tapi barangkali kamu tak bisa mendengarku. Aku selalu mengatakannya menjelang tidur, saat kita jauh, atau kapanpun saat kita sedang tidak bersama.”

“Kenapa?”
“Aku ingin kau merasakannya, bukan cuma mendengarnya.”
“Tapi terkadang aku perlu mendengarnya juga kan?”
“Iya sesekali, tapi tidak setiap hari.”

“Ah, itu pasti alasan kamu aja.”
“Memang. Sekarang aku tidak mencintaimu lagi seperti dulu. Tapi sekarang aku sangat mencintaimu.”
“Ah, kau merayuku.”

“Kamu tahu, aku mencintaimu tanpa harus mengatakannya. Aku tak hanya punya bibir untuk mengatakan jika aku mencintaimu. Aku lebih suka mencintaimu dalam hati, ditempat paling rahasia yang hanya aku dan Tuhanku yang tahu. Karena dengan begitu aku lebih bisa menikmati kesungguhanku. Maaf jika kamu tak sependapat dengan caraku.”

Kau tersenyum, seolah telah kau buang semua kecurigaanmu terhadapku.

“Aku mencintaimu.” Dengan yakin ku katakan kepadamu.
Tapi kau hanya diam sambil memejamkan mata. Tak membalas ucapanku.

“Kok nggak di balas?” Kataku.

“Kamu tak bisa mendengarnya,” jawabmu, sambil tersenyum dan masih memejamkan mata, “Aku menjawabnya dalam hati. Jauh di kedalaman paling rahasia yang hanya aku sendiri yang tahu.”

Aku tersenyum, kamu tersenyum.
“Ah, betapa indahnya cinta kita yang tak terdengar.” Kita mengigau.


NOTE:
- Diadopsi dari Rahasia - Fahd Djibran

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Affiliate Network Reviews
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...