Kamis, 30 Agustus 2012

Menangislah


Malam, aku mengerti murung wajahmu dibalik senyum yang sengaja kau tampakkan. Getar suaramu, juga perih bola matamu yang memerah. Aku merasakan suara merdu dalam gemuruh dadamu, tahu benar nyanyian parau yang melengking dalam sudut gelap hatimu. Aku adalah kamu, tawa yang kemudian menangisi pahitnya sebuah kebohongan.

Dialah ketidaknyamanan yang mengajarkan kebahagiaan.

Selamat datang rasa nyaman. Kita tak akan pernah bertemu seandainya ia tak datang menjajahku, mengisi sela-sela kosong dalam benakku. Aku bangga memilikimu, sesuatu yang selalu mengingatkanku betapa sesaknya menangis tersedu. Aku memilih untuk memilikimu, kegelisahan. Untuk selalu belajar menerima dengan lapang kesalahan orang lain yang menimpaku, juga untuk selalu belajar memaafkan diriku. Sesaat, mungkin aku harus melepasmu, dan menggantimu dengan rasa yang lebih banyak membuatku tertawa. Tapi tidak untuk selamanya, karena cukup dengan senyum aku menikmati indahnya bersamamu, kegelisahan.

Dialah bisikan lembut dalam hatimu yang sering kau abaikan.

Apa yang kau rasakan ketika hati dan pikiran tak lagi selaras menafsirkan berbagai kosa kata yang singgah dan berlalu begitu saja dalam hidupmu? Akankah kau beli kamus untuk menjelaskan setiap kata di dalamnya? Tak ada yang bisa kita lakukan selain meminta apa yang ada dalam diri menceritakan berbagai pelajaran yang membuat kita semakin dewasa. Maka dengarkanlah ia, sesuatu yang berusaha berbicara dengan nada terbata-bata, yang seringkali kita abaikan meski kita tak pernah ragu akan kebenarannya.

Dialah penyejuk yang tak selalu bisa kita terima.

Ialah sesuatu yang selalu ada ketika manisnya hidup tak lagi kita rasa. Tetesan kecil yang memberi kedamaian. Ya, dialah air mata. Satu-satunya cara mata berbicara ketika bibir tak mampu menjelaskan perasaanmu yang terluka. Menangislah jika memang sesuatu yang memuncak itu perlu keluar dari sudut matamu. Tak perlu lagi kau hiraukan sekumpulan teori yang mengatakan semuanya akan baik-baik saja. Sesungguhnya bukan tawa yang membuat kita terlihat lebih kuat. Lagi pula untuk apa kita terus berdaya dalam kepura-puraan, sedangkan diri sendiri pun tahu jika air mata terkadang lebih berharga untuk membayar semua luka ketika ia menetes dan menyisakan bekas sembab. Menangislah jika perlu, jangan ragu, dan tak perlu malu.


- Malang, 27 Agustus 2012 -

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Affiliate Network Reviews
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...