Selasa, 05 Juni 2012

Kenapa tuhan melegalkan pacaran?

Saya awali tulisan ini dengan berkata saya lagi stress. Kontra indikasi relationshit yang saya jalani. Pada kondisi seperti saat ini tidak ada lagi aturan yang membatasi ruang kerja fantasi saya. Semua yang ada dalam tulisan ini adalah murni hasil emosi tanpa didasari perasaan barang sebiji sawi pun. Pemikiran yang saya tuangkan di sini adalah murni fantasi stress saya maupun fantasi kepala-kepala sehat lainnya. Nilai dari tulisan stress ini hanya akan dipahami jika pembaca tidak ikut stress, tidak bodoh dan bisa membaca dengan baik dan benar tentunya.

Berawal dari ketidaknyamanan saya dengan apa yang disebut pacaran dan berakhir pada sebuah perspektif busuk yang mengubah paradigma saya terhadap pacaran. Kenapa saya begitu hasrat dengan cinta, dan bagaimana saya memamerkan kecintaan saya terhadap cinta. tapi kenapa saya juga begitu rajin membombardir keberadaan cinta. Ya, adalah cinta yang membuat indah cinta, dan cinta sendirilah yang akan menjelaskannya.

Pada paham nowisme dikatakan pacaran adalah ketika terjadinya hubungan cinta-kasih yang ditandai dengan adanya transaksi aktivitas jasmani maupun aktivitas rohani antara kedua belah pihak. Tidak peduli dalam aktivitas tersebut terjadi simbiosis mutualisme, komensialisme, ataupun parasitisme. Karena pada paham ini baik pihak A maupun pihak B tidak menyadari dan tidak bisa menelaah secara pasti apakah untung dan rugi dari kegiatan yang ia jalani.

Pacaran sebenarnya tergantung pada pola kebiasaan masing-masing individu yang menjalani. Dimulai dengan perkenalan, pendekatan, perasaan nyaman/ketidaknyamanan, kemudian keputusan, apakah berlanjut atau berhenti dan mencari kelinci percobaan selanjutnya. Perbedaan tipe pacaran sangat dipengaruhi oleh kebudayaan yang dianut seseorang. Dalam persepsi yang “salah” hampir dapat dipastikan kegiatan pacaran yang dilakukan seseorang juga salah. Berpacaran diartikan sebagai kegiatan ber-cinta-an atau kegiatan memadu cinta dengan pacar. Saya tidak menyebut dengan orang yang dicintai karena orang yang sebenarnya kita cintai tidak selalu menjadi obyek sasaran kebiadaban paham pacaran kita.

Menurut kamus besar bahasa Indonesia pacaran merupakan proses perkenalan antara dua insan manusia yang biasanya berada dalam rangkaian tahap pencarian kecocokan menuju kehidupan berkeluarga yang dikenal dengan pernikahan. Kata inti yang dapat saya tangkap dari definisi pacaran tersebut adalah kenal, cocok, lalu nikah. Kemudian bagaimana bagi sebagian besar dari mereka yang menjalani proses kegiatan tersebut dan tidak sampai menikah? Bisakah disebut pacaran? Jawabannya tentu tidak karena mereka tidak menjalani proses tersebut sampai akhir. Tetapi mereka hanya melakukan pengenalan, sehingga yang bisa disebut pacaran adalah hanya mereka yang sudah lulus sampai jenjang pernikahan. Itulah alasan terkuat saya kenapa sampai saat ini saya ngotot menolak yang namanya pacaran, saya belum menikah dan saya belum punya istri, ini berarti saya belum pernah pacaran sama sekali.

Bagi saya pacaran merupakan salah satu wadah tempat saya mengekspresikan cinta secara brutal dan sebebas-bebasnya, berekspresi dan berkreatifitas secara totalitas, menjual norma dan kebebasan melakukan yang saya suka sesuka-sukanya. Sekalipun tuhan dengan dalil dan ayatnya secara tegas menghalalkan pacaran, saya juga akan jauh lebih tegas menolak penghalalan pacaran. Biarpun tuhan mengutus rasulnya untuk menyadarkan saya mengenai betapa nikmatnya berpacaran, saya sendiri juga akan mengutus utusan saya untuk berdebat dengannya. Bahkan saya tidak akan segan-segan membunuh utusan tuhan jika mereka ngeyel mengumandangkan peran positif pacaran.

Lalu mengapa tuhan melegalkan pacaran? Jawabannya adalah karena tuhan bukanlah Tuhan. tuhan adalah makhluk biasa yang memiliki nafsu layaknya manusia pada umumnya. Bahkan dalam tingkat dan kondisi tertentu tuhan adalah makhluk yang paling maniak dalam urusan kemaluan. Saya dan anda adalah tuhan, tuhan bagi diri kita sendiri. tuhan yang dengan sukarela kita laksanakan perintahnya, bahkan terkadang secara berlebihan.

Dibilang orang saya muna, ya sebagai cinta saya harus muna guna menyelamatkan diri saya. Dibilang dosa, memang cinta bahagianya adalah ketika melakukan dosa. Dibilang stress, dari awal kan saya sudah bilang kalau saya lagi stress. Dibilang anjing, Nha ini saya tidak mau, karena saya punya dosa, sedangkan anjing tidak.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Affiliate Network Reviews
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...