DESKRIPSI FAKTA
Akan tetapi di tengah-tengah pembangunan daerah dilaksanakan, muncul berbagai permasalahan tak terduga yang mengarah pada disintegrasi pemerintahan vertikal di atasnya dan muncul begitu banyak egoisme kedaerahan yang merasa mempunyai kekuasan besar untuk mengatur segalanya atas nama bingkai UU No. 22/1999. Menurut Djoko Sudantoko hal tersebut terjadi akibat kurang tegasnya persepsi bentuk otonomi daerah.
PEMBAHASAN DAN SOLUSI
Arti Otonomi Daerah
Hakikat otonomi daerah adalah efisiensi dan efektifitas dalam penyelanggaraan pemerintahan yang pada akhirnya bernuansa pada pemberian pelayanan kepada masyarakat yang hakikatnya semakin lama semakin baik, disamping yntuk memberi peluang peran serta masyarakat dalam kegiatan pemerintahan dan pembangunan secara luas dalam konteks demokrasi ( HAW. Wijaya Pemerintahan Desa, 2001:41)
Menurut Manwood mendefinisikan otonomi daerah sebagai a freedom which is assumed by alocal government in both making and implementing it’s own decision. Dalam konteks Indonesia , otonomi daerah didefinisikan sebagai hak, wewenang, dan tanggung jawab daerah untuk mengatur rumah tangganya sendiri. Hal ini diatur dalam UU No 25/1975 tentang pemerintah daerah lalu kemudian pada UU No 22 / 1999. Juga tertuang dalam ketetapan MPR-RI No.XV/MPR/1988 tentang penyelenggaraan otonomi daerah , pengaturan, pembagian, dam pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Selain itu, otonomi daerah juga didasarkan pada Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000, Peraturan Pemerintah No.84 Tahun 2000, selanjutnya Peraturan Pemerintah nomor 104, 105, 106, 107, 108, 109, dan 110 Tahun 2000 dan ketentuan lainnya yang relevan.
Luas dan Isi Rumah Tangga Daerah
a)
Rumah Tangga Secara Meteriil
b)
Rumah Tangga Secara Formal
c)
Rumah Tangga Secara Riil
Pelaksanaan Otonomi Daerah
a)
Berinisiatif sendiri (Menyusun
kebijaksanaan daerah dan meyusun rencana pelaksanaannya)
b)
Memiliki alat pelaksanaan
sendiri yang Qualified
c)
Membuat peraturan sendiri
(Perda)
d)
Menggali sumber-sumber keuangan
sendiri, menetapkan pajak, retribusi dan lain-lain usaha yang sah sesuai dengan
peraturan yang berlaku.
Keuangan Daeah
a)
Pendapatan Asli Daerah (PAD)
b)
Dana Perimbangan
c)
Pinjaman Daerah
d)
Lain-lain penerimaan yang sah
PAD terdiri dari pajak, retribusi, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan seperti baghian laba, deviden dan penjualan saham milik daerah, serta pinjaman-pinjaman lain. Dana perimbangan terdiri dari (Widjaja,2002:110):
a)
Bagian daerah dari penerimaan
pajak Bumi dan Bangunan (PBB), bea perolehan hak atas tanah dan bangunan
(BPHAB), dan penerimaan dari Sumber Daya Alam (SDA)
b)
Dana Alokasi Umum (DAU)
c)
Dana Alokasi Khusus (DAK)
Solusi
1. Kegiatan pemberdayaan dan pendidikan
politik kepada rakyat perlu diintensifkan. Hal ini bisa dilakukan melalui
berbagai pendekatan oleh birokrasi publik, institusi politik, LSM dan Lembaga
sejenis serta perorangan. Bagaimanapun rakyat adalah sumber utama yang akan
menghasilkan kader-kader pimpinan lokal dan nasional di masa mendatang. Dengan
tingkat pemahaman dan kesadaran politik yang tinggi dari rakyat, diharapkan
proses rekrutment politik dan pemerintah akan berlangsung secara rasional dan
akuntabel. DPRD tidak lagi diisi oleh orang-orang yang semestinya, melainkan
orang-orang yang memang berkemampuan dan representatif. Sedangkan
jabatan-jabatan birokrasi publik benar-benar diisi oleh orang-orang yang profesional dan memahami budaya rakyat
di daerahnya.
2. Pelaksanaan dekosentrasi dan medebewind
perlu di arahkan untuk mendukung keberhasilan otonomi daerah, dengan sasaran
vital pada pemupukan persatuan dan kesatuan bangsa, komit terhadap negara
kesatuan Republik Indonesia, nasionalisme yang humanistik, pemantapan karakter
bangsa, serta penegakan demokrasi dan keadilan sosial.
3. Perlu ketegasan operasional penegakan
supremasi hukum yang mencakup:
a) Peninjauan kembali terhadap produk-produk
hukum yang kurang memberi perlindungan terhadap kepentingan nasional dan
kepentingan rakyat di daerah.
b) Pengawasan represif terhadap berbagai
peraturan daerah perlu dilakukan secara intensif untuk mencegah kemungkinan
adanya ketentuan-ketentuan yang berlawanan dengan kepentingan nasional dan
kepentingan rakyat di daerah.
c) Penerapan sanksi dengan tindakan tegas
perlu diberikan kepada daerah-daerah yang menunjukkan adanya indikasi
pembangkangan terhadap NKRI. Sebab dengan pemberian kewenangan yang sedemikian
luas dikhawatirkan dapat disalahgunakan untuk upaya melepaskan diri dari
kontrol pemerintah pusat.
4. Sesuai prinsip-prinsip ”membangun tanpa
uang ”, perlu disosialisasikan kepada seluruh daerah otonom agar jangan
mengutamakan peningkatan PAD, tetapi lebih menekankan pada penggunaan
kewenangan untuk meningkatkan kreativitas dalam memberikan pelayanan dan pemberdayaan
rakyat. Sebab jika yang diutamakan adalah PAD dikhawatirkan akan terjadi
eksploitasi secara besar-besaran terhadap SDA yang berarti mengancam
kelestarian lingkungan hidup.
KESIMPULAN
Pelaksanaan otonomi daerah kelihatannya memang sederhana. Namun sebenarnya mengadung pengertian yang cukup rumit, karena didalamnya tersimpul makna pendemokrasian dalam arti pendewasaan politik rakyat daerah, pemberdayaan masyarakat sekaligus bermakna mensejahterakan rakyat yang berkeadilan (Korwara dalam Bambang Yudoyono, 2003 : 7). Bagaimanapun tuntutan pemerataan, tuntutan keadilan yang sering dilancarkan baik di bidang ekonomi dan politik pada akhirnya akan menjadi ”relatif dan dilematis”, jika tergantung pada tinjauan perseptif yang berbeda. Contohnya : Pemerintah merasa cukup dalam pemerataan pembangunan ekonomi, tetapi daerah menganggap bahwa hasil eksploitasi risosis daerah yang ditarik pusat jauh tidak seimbang dengan hasil yang dikembalikan kepada daerah. Ini berarti potensi SDA di daerah kurang dapat dinikmati oleh masyarakat daerah tersebut. Secara keseluruhan daerah tertentu yang merasa kaya SDA hanya mendapat beberapa persen saja. Sedangkan sebagian besar dinikmati oleh pusat tanpa di ketahui penggunaannya.
DAFTAR RUJUKAN
Widjaja, HAW. 2001. Pemerintah Desa / Marga berdasarkan pada
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah. Jakarta: P.T
Raja Grafindo Persada.
Sudantoko, Djoko. 2003. Dilema Otonomi Daerah. Yogyakarta : Andi
Yogyakarta.
Widjaja, HAW. 2002. Otonomi Daerah dan Daerah Otonom.
Jakarta : P.T Raja Grafindo Persada.
Widjaja, HAW. 1992. Titik Berat Otonomi pada Daerah Tingkat II.
Jakarta : P.T Raja Grafindo Persada.
Yudoyono, Bambang. 2003. OTONOMI DAERAH : Desentralisasi dan
Pengembangan SDM Aparatur Pemda dan Anggota DPRD. Jakarta : Pustaka Sinar
Harapan.
Tweet |
2 komentar:
wuihh... ini yg kucari cari dari tadi.
info yg bermanfaat sekali..
ijin bookmark ya :D
#Semoga Sehat Selalu
Silakan mas...
Makasih kunjungannya, semoga sehat selalu juga, amien
Posting Komentar